Arphateid adalah kebijakan politik yang membedakan penduduk berdasarkan warna kulit dan juga ras.
Kebijakan tersebut dimulai, oelh orang-orang kulit putih di Afrika Selatan pada awal abad ke-20.
Afrika Selatan merupakan benteng terakhir imperialis pemerintahan minoritas kulit putih di Afrika.
Pemberlakuan politik Arphateid di Afrika Selatan membatasi keikutsertaan warga kulit hitam dalam politik negara tersebut.
Meskipun usaha oposisi terus dilakukan, tapi pemerintah meresponnya dengan semakin membatasi hal politik masyarakat kulit hitam.
Kalo berbicara mengenai Apartheid di Afrika Selatan, maka akan sulit dilepaskan dari nama Nelson Mandela.
Tokoh kulit hitam Afrika Selatan tersebut, dikenal sangat aktif dan berjasa dalam melawan sistem politik apartheid.
Melalui African National Congress (ANC), beliau menjadi presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan.
Latar Belakang Dibentuknya Politik Arphateid
Awalnya, kedatangan Belanda di Tanjung Harapan pada tahun 1652 dan membangun koloni.
Suatu hari, semakin banyak juga populasi mereka dan membentuk sebuah bangsa baru yang disebut dengan “Boer”.
Jadi, kaum Boer inilah yang menjadi awal dari kulit putih yang pertama-tama mendiami Afrika Selatan.
Saat tambang emas ditemukan pada tahun 1795, di wilayah yang didiami oleh suku-suku asli Afrika Selatan.
Lalu, menarik perhatian Inggris yang langsung melakukan invasi dan merebut wilayah koloni yang ditempati oleh kaum “Boer” tersebut.
Pendudukan Inggris atas Afrika selatan, lalu menimbulkan gelombang migrasi orang Inggris buat bermukim di Afrika Selatan juga.
Jadi, dengan datangnya orang Inggris menambah jumlah populasi orang kulit putih di ujung selatan benua Afrika.
Disisi lain, orang Boer yang kehilangan tanah dan tempat tinggalnya lalu mengadakan perlawanan untuk merebut kembali tanah mereka.
Perang ini, dikenal dengan Perang Anglo-Boer I yang berlangsung dari tahun 1880-1881 dan Perang Anglo-Boer II dari 1899-1902.
Dari dua kali peperangan tersebut, orang-orang kaum Boer harus mengakui kemenangan orang Inggris.
Hasil dari berakhirnya perang Anglo-Boer tersebut yaitu Inggris berhak untuk memerintah di Afrika Selatan dan menghapus perbudakan.
Dalam perjalanannya, orang Boer bekerjasama dengan pemerintah yang dikuasai oleh orang Inggris buat membentuk Komisi Urusan Pribumi Asli Afrika Selatan.
Usulan orang Boer tersebutlah yang menjadi awal mula lahirnya politik apartheid.
Bentuk kerjasama tersebut, lalu melahirkan kebijakan segresi yaitu pemisahan rasial dibidang lahan, tenaga kerja, pendidikan, dan politik.
Pada tahun 1910, Afrika Selatan mendapatakan status dominion atau menjadi negara jajahan dari Kerajaan Inggris.
Dalam pemerintahan Afrika Selatan periode itu, dikuasai oleh orang-orang Inggris dan Boer yang melahirkan kebijakan-kebijakan baru guna mempertegas posisi mereka terhadap pribumi.
Tujuan Politik Arphateid
Tujuan dari pemberlakuan Arphateid yaitu buat memisahkan wilayah tempat tinggal orang kulit putih dan kulit hitam.
Selain itu, segala kebijakan yang menyangkut sendi-sendi kehidupan seperti kegiatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan politik.
Dalam sistem tersebut, orang kulit putih memiliki hak istimewa terhadap orang-orang dari kulit hitam dan kulit berwarna.
Selain hak istimewa, Arphateid yaitu bentuk dari legalitas atas sikap diskriminasi terhadap kepentingan-kepentingan yang menguntungkan orang kulit putih.
Contohnya:
Tempat tinggal, orang-orang kulit hitam tidak boleh menempati suatu wilayah perkotaan yang didominasi oleh orang kulit putih.
Pelaksanaan Politik Arphateid
Pemberlakuan Arphateid diterapkan pada tahun 1948 saat Partai Nasional memenangi pemilihan umum.
Daniel F. Malan sebagai pimpinan partai mempelopori supaya pemisahan total daro arphateid tersebut diterapkan.
Periode pertama ini juga dikenal dengan “Baaskap” yang artinya “Afrikaaner” berkuasa dan memiliki hegemoni atas kaum kulit berwarna.
Pemberlakuan apartheid periode pertama berhasil mengusir orang kulit hitam dan kulit berwarna dari tempat tinggalnya sejauh mungkin dari pusat pemukiman, lahan pertanian, dan pusat perekonomian kulit putih.
Disisi lain, mereka juga kehilangan hak sebagai warga negara, bahkan kewarganegaaraannya itu sendiri.
Satu dekade kemudian, atau pada tahun 1958 saat Hendrick Verwoerd menjabat sebagai perdana menteri kebijakan politik apartheid.
Lalu, mendapat sedikit “kelonggaran” yaitu dengan diberlakukannya pembangunan terpisah bagi kaum kulit hitam dan berwarna.
Kelonggaran ini tertuang dalam undang-undang yang disahkan tahun 1959, yaitu Bantu Self-Government Act 1959 dengan ditempatkannya sepuluh suku kulit hitam Afrika Selatan dalam satu wilayah yang sama.
Sehingga membuat dominasai kulit putih di Afrika Selatan semakin besar dengan menempati sekitar 87% tanah Afrika Selatan.
Nelson Mandela adalah motor penggerak perlawanan terhadap apartheid ditanah Afrika Selatan.
Mandela merupakan putra dari kepala suku Xhosa yang masih mempunyai darah keturunan raja.
Sosok Mandela begitu dihormati oleh kalangan kulit hitam Afrika Selatan dan mendapat panggilan Madiba yang berarti kepala suku dalam bahasa klan Thembu.
Lewat kendaraan politiknya yaitu African National Congress (ANC), Mandela melakukan protes terhadap kebijakan politik apartheid.
Dimotori oleh Mandela, mereka melakukan perlwanan terhadap hukum yang tidak adil. Istimewanya, gerakan ini dilakukan tanpa menggunakan kekerasan.
Melalui gerakannya ini, Nelson Mandela mendapat perhatian khusus dari pemerintah kulit putih.
Bahkan pada 1962 Mandela dijebloskan kedalam penjara dan dijatuhi hukuman seumur hidup dengan tuduhan teroris. Mandela akhirnya dibebaskan pada 1990 atau sekitar 27 tahun.
Tapi, kondisinya yang terpenjara tidak menyurutkan motivasinya buat membawa keadilan dan kesetaraan buat kulit hitam di Afrika Selatan.
Surat-suratnya kepada anggota ANC membuat gerakan perlawanan kulit hitam Afrika Selatan tetap tumbuh dan berkembang.
Pada 1983, sebanyak 600 oranisasi Afrika Selatan bersatu padu buat membentuk Front Demokratis Bersatu.
Mereka menuntut buat dihapuskannya istilah “homelands“. Sampai sekitar akhir tahun 1989an kondisi politik Afrika Selatan semakin memanas.
Akibatnya, perekonomian negara juga terganggu dan mengalami depresi ekonomi.
Disaat kondisi ekonomi yang parah dan gelombang demonstrasi merajalela.
Pada tahun 1989 dibawah kepemimpinan perdana menteri Frederik Willem de Klerk, tahanan politik termasuk Mandela banyak dibebaskan dari penjara.
Hal ini mendapat sambutan hangat dari rakyat Afrika Selatan, yang diwarnai gelombang anarkisme. Mandela secara resmi dibebaskan dari penjara pada Februari 1990.
Empat tahun berselang setelah bebas dari penjara, Mandela terpilih menjadi presiden Afrika Selatan pada tahun 1994.
Dengan terpilihnya Nelson Mandela, berakhir juga apertheid di Afrika Selatan.
Yang istimewa dari Mandela yaitu dalam pemerintahannya dia tidak menyingkirkan orang-orang kulit putih dari jajaran pemerintahan.
Tapi, palah menggandeng dan merangkul mereka. Ini adalah bukti, kalo kesetaraan yaitu hal yang utama yang harus dilakukan manusia dalam kehidupan.
Akhir Politik Arphateid
Nelson Rolihlahla Mandela (1918-2013), setelah bebas dari penjara kembali aktif memimpin partai ANC.
Beliau berkampanye untuk kemerdekaan hak-hak sipil penduduk kulit hitam.
Usahanya bersama dengan de Klerk, membuat kaum kulit hitam dan kulit putih bisa mengupayakan perubahan bersama.
Pada tahun 1992, de Klerk mengadakan referendum yang dikhususkan untuk kaum kulit putih.
Dalam referendum itu, dia menanyakan kepada mereka apakah ingin mempertahankan politik Arphateid atau mengakhirinya.
Hasilnya, dua pertiga orang-orang kaum kulit putih (pemilih) setuju untuk mengakhiri sistem politik Arphateid tersebut.
Setelah negosiasi bersejarah itu, tahun 1994 diadakan pemilihan umum bebas pertama, dimana warga kulit hitam bisa ikutserta.
Pemilihan itu akhirnya dimenangkan oleh ANC, dan Nelson Mandela terpilih menjadi presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan.
Serah terima jabatan dari F.W de Klerk dilakukan pada bulan Mei 1994.
Kemenangan ANC dan terpilihnya Nelson Mandela sebagai presiden jadi akhir dari perjalanan politik apartheid di Afrika Selatan.
Sebuah era baru juga dimulai di Afrika Selatan, era yang dikenal dengan nama post-apartheid.
Dampak Politik Arphateid
Dampak yang terjadi akibat pemberlakuan Arphateid di Afrika Selatan yang paling merugikan yaitu:
Pelanggaran terhadap kemanusiaan, seperti diskriminasi, pengusiran, kekerasan, dan perampasan hak hidup.
Seperti diawal kedatangan orang Belanda di Afrika Selatan, orang Belanda mulai membangun pemukiman yang merampas tanah dan lahan rakyat pribumi Afrika Selatan.
Hal tersebut membuat orang-orang asli dari Afrika Selatan harus terusir dari tanah airnya sendiri.
Praktek diskriminasi ras makin nyata setelah diberlakukan secara resmi pada tahun 1948, dimana dilakukan pemisahan tempat tinggal antara warga kulit putih dan kulit hitam.
Warga kulit hitam menjadi masyarakat yang terpinggirkan akibat kebijakan itu. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Wilayah Kelompok pada tahun 1950.
Dan, berhasil memindahkan sebanyak 3.5 juta penduduk kulit hitam dari wilayah pemukiman yang tersebar di berbagai penjuru negara. Relokasi ini berlangsung sampai periode 1980-an.
Dalam bidang pendidikan, warga kulit hitam tidak bisa mendapatkan pelayanan pendidikan sebagaimana yang didapat warga kulit putih.
Akses pendidikan sangat terbatas karena kebanyakan warga kulit hitam hidup dalam kemiskinan.
Pemisahan fasilitas umum juga dilakukan pemerintah kulit putih buat membatasi akses pertemuan dengan warga kulit hitam.
Undang-undang Reservasi Pemisahan Fasilitas juga disahkan pada 1953 guna memperkuat kebijakan dari pemerintah.
Itulah beberapa pembahasan lengkap mengenai Politik Arphateid. Gimana? Sangat mudah dipahami kan?
Semoga pembahasan diatas, bisa membantu dan bermanfaat untuk kalian semua sobat cerdika.com 😀