Pemilu Pertama di Indonesia

Arli 26 Juli 2023

Pemilu merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan demokrasi supaya rakyat merasakan kehidupan dalam bernegara. Apa kalian tahu kapan pemilu pertama di Indonesia diadakan?

Selama masa Presiden Soekarno (1945-1965), yang melewati beberapa era seperti Revolusi fisik, Demokrasi Parlementer, dan Demokrasi Terpimpin, hanya sekali terjadi Pemilu, yaitu Pemilu 1955.

Pemilu ini terjadi pada masa pemerintahan Perdana Menteri Buhanuddin Harahap dari Masyumi (29 Juli 1955-2Maret 1956). Akan tetapai peraturan yang dijadikan landasan dalam pemilihan umum 1955 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 yang telah disusun pada masa pemerintahan Perdana Menteri Wilopo dari PNI (30 Maret 1952-2 Juli 1953)[1]

Kali ini, cerdika.com akan bahas mengenai pemilu pertama di Indonesia atau yang juga dikenal dengan pemilu 1955. Semoga temen-temen antusias membaca artikel ini ya.

Baca juga : Asas dan Tujuan Pemilu

 

Pemilu Pertama di Indonesia

A. Latar Belakang Pemilu Pertama 1955

  • Revolusi fisik/perang kemerdekaan, menuntut semua potensi bangsa untuk memfokuskan diri pada usaha mempertahankan kemerdekaan.
  • Pertikaian Internal, baik dalam lembaga politik maupun pemerintah cukup menguras energi dan perhatian.
  • Belum adanya UU pemilu yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu ( UU pemilu baru disahkan pada tanggal 4 april 1953 yang dirancang dan disahkan  oleh kabinet wilopo)

 

B. Tujuan Pemilu Pertama 1955

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953, Pemilu 1955 dilakukan  untuk memilih anggota-anggota parlemen (DPR) dan Konstituante (Lembaga yang diberi tugas dan wewenang untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi negara). Adapun sistem Pemilu yang digunakan dalam Pemilu 1955 adalah sistem perwakilan proporsional.

Dengan sistem ini, wilayah negara RI dibagi dalam 16 daerah pemilihan (dimana Irian Barat dimasukkan sebagai daerah pemilihan ke-16, padahal Irian Barat masih dikuasai oleh Belanda, sehingga Pemilu tidak dapat dilangsungkan didaerah tersebut).[2]

Dalam sistem perwakilan proporsional setiap daerah pemilihan mendapat sejumlah kursi berdasarkan jumlah penduduknya, dengan ketentuan setiap daerah berhak mendapat jatah minimum enam kursi di Konstituante dan tiga di Parlemen.

Di setiap daerah pemilihan, kursi diberikan kepada partai-partai dan calon-calon anggota lainnya sesuai dengan jumlah suara yang mereka peroleh, sisa suara bisa digabungkan, baik antara berbagai partai di dalam suatu daerah pemilihan (kalau partai-partai bersangkutan sebelumnya telah menyatakan sepakat untuk menggabungkan sisa suara), maupun digabungkan untuk satu partai ditingkat nasional.[3]

Adapun Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Selain pemilihan DPR dan Konstituante, juga diadakan pemilihan DPRD. Pemilu DPRD yang dilaksanakan secara terpisah antara Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur. Dengan dipisahnya waktu penyelenggaraan pemilu DPR, Konstituante, dan DPRD, pemilu menjadi fokus.

Konstituen pemilih bisa dengan cermat menyimak materi kampanye dan lebih bisa menilai kualitas calon yang diusung oleh partai peserta pemilu.

Artinya konstituen pemilih memiliki pertimbangan yang lebih rasional sebelum memilih, tidak sekedar memilih hanya karena kedekatan emosional. Pemilu diselenggarakan secara sederhana karenanya tidak menyerap biaya negara terlalu besar.[4]

 

C. Kronologi Pemilihan Umum Pertama 1955

Pendaftaran pemilih dalam Pemilu 1955 mulai dilaksanakan sejak bulan Mei 1954 dan baru selesai pada November.

Tercatat ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan hak pilihnya pada saat itu.

Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Proposionalitas penduduk dengan kuota 1; 300.000.

Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini.

Keseluruhan peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar. Pada Pemilu ini, anggota TNI-APRI, juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu.

Pada pelaksanaan Pemilu pertama, Indonesia dibagi menjadi 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa. Dengan perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil.

Pemilu pertama ini diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat itu NKRI menganut kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke dalam beberapa fraksi.

Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

  • Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu.
  • Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.[5]

Selain pemilihan DPR dan Konstituante, juga diadakan pemilihan DPRD. Pemilu DPRD dilaksanakan dalam dua tahap, Juni 1957 pemilu untuk Indonesia wilayah Barat, dan Juli 1957 untuk pemilu Indonesia wilayah Timur.

Dengan dipisahnya waktu penyelenggaraan pemilu DPR, Konstituante, dan DPRD, pemilu menjadi fokus.

Meskipun Kabinet Ali Jatuh, pemilu terlaksana sesuai dengan rencana semasa kabinet Burhanudin Harahap.

Pemilu yang pertama dilaksanakan pada tahun 1955. Sekitar 39 Juta rakyat Indonesia datang ke bilik suara untuk memberikan suaranya. Pemilu saat itu berjalan dengan tertib, disiplin serta tanpa politik uang dan tekanan dari pihak manapun.

Oleh karena itu, banyak pakar politik yang menilai bahwa pemilu tahun 1955 sebagai pemilu paling demokratis yang terlaksana di Indonesia sampai sekarang.

Menurut George McTurnan Kahin, Pemilu tahun 1955 tersebut begitu penting sebab dengan itu kekuatan partai-partai politik terukur lebih cermat dan parlemen yang dihasilkan lebih bermutu sebagai lembaga perwakilan.

Sebelum Pemilu, parlemen selalu menjadi sasaran kekecewaan, terutama dari kelompok militer yang merasa kepentingannya selalu dicampuri.

Selain itu, masyarakat luas juga memiliki harapan akan suksesnya Pemilu karena kabinet berulang-kali jatuh-bangun; wewenang pemerintah yang selalu mendapat rintangan dari tentara; korupsi; nepotisme dan pemerintah yang terkesan lumpuh di dalam menghadapi berbagai persoalan.

Karena belum ada lembaga penyelenggara pemilihan umum yang mapan, pengorganisasianpemungutan suara menjadi tanggungjawab pemerintah dan wakil-wakil partai politik.

Organisasi itu terdapat pada setiap jenjang pemerintahan, mulai dari pusat sampai ke tingkat desa.

Partai-partai berjuang untuk merebut simpati rakyat dengan berbagai jalan, salah satunya mengembangkan cara kampanye simpatik dengan mengunjungi rumah penduduk satu per satu. Penggalangan massa ini dinilai efektif untuk meyakinkan calon pemilih yang masih ragu-ragu untuk menentukan pilihannya.

Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 menelan biaya Rp 479.891.729. Angka itu dikeluarkan untuk membiayai perlengkapan teknis pemilihan seperti pembuatan kotak suara dan honorarium panitia penyelenggara Pemilu.

Menurut Herbert Feith dana Pemilu itu sebenarnya terlampau mahal. Salah satu faktor yang mendongkrak kenaikan biaya adalah kelambanan unit-unit kerja panitia Pemilu yang pada akhirnya menambah beban biaya.

 

D. Hasil Pemilu Pertama 1955

 

1. Hasil Pemilu Tahap I (29 september 1955)
Pada tanggal 29 September 1955 lebih dari 39 juta rakyat Indonesia memberikan suararanya dikotak-kotak suara. Hasil pemilihan Umum I yang diikuti 172 kontestan Pemilu 1955, hanya 28 kontestan (tiga diantaranya perseorangan) yang berhasil memperoleh kursi.

Empat partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional Indonesia (57 kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%).[6]

Bagan hasil Pemilu tahap 1 : Klik di sini

Keseluruhan kursi yang diperoleh adalah sebesar 257 kursi. Tiga kursi sisa diberikan pada wakil Irian Barat yang keanggotaannya diangkat Presiden.

Selain itu diangkat juga 6 anggota parlemen mewakili Tonghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan demikian keseluruhan anggota DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang.[7]

 

2. Hasil Pemilu Tahap II
Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan.

Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR.

Bagan hasil Pemilu tahap 2 : Klik di sini

E. Kelebihan dan Kekurangan Pemilu 1955

Kelebihan :

  • Tingkat partisipasi rakyat sangat besar, ada sekitar 90% dari semua warga yang punya hak pilih ikut berpartisipasi.
  • Lebih dari 39 juta orang memberikan hak suaranya dan mewakili 91,5% dari para pemilih terdaftar
  • Prosentase suara sah yang besar, ada 80% dari suara yang masuk. Padahal 70%+ penduduk Indonesia masih buta huruf
  • Pemilu berjalan aman, tertib dan disiplin serta jauh dari unsur kekerasan dan kecurangan

Kekurangan :

  • Adanya krisis Ketatanegaraan. Hal tersebut memicu lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, kenapa? Karena akibat dari kegagalan Dewan Konstituante dalam menghasilkan konstitusi baru.
  • Tidak ada parpol yang memperoleh suara mayoritas mutlak. Tida adanya pemenang mayoritas pada saat itu mengakibatkan sistem pemerintahan tak stabil karena kekuasaan terbagi bagi ke dalam berbagai aliran politik.
  • Kekecewaan di Partai Politik. Jumlah partai lebih bertambah banyak dari pada berkurang, dengan dua puluh delapan partai mendapat kursi, padahal sebelumnya hanya dua puluh partai yang mendapat kursi. Beberapa pemimpin Masyumimerasa bahwa kemajuan Islam menuju kekuasaan nasional kini terhalang dan bahwa perhatian mereka seharusnya dialihkan untuk mengintensifkan Islam ditingkat rakyat jelata.[9]

Sumber :

[1] Suwarno, Sejarah Politik Indonesia Modern (Yogyakarta:Ombak, 2012), hlm 97
[2] Suwarno, Sejarah Politik Indonesia Modern (Yogyakarta:Ombak, 2012), hlm 98
[3] Feith, Herbert, Pemilihan Umum 1955 di Jakarta (Jakarta:Gramedia,1999) hlm:6
[4] Muslim, Dudung Abdul,2004, Pemilu Dari Masa Ke Masa (1) (): Meneladani Para Elite di Tahun 1955 (Online). http://www.suaramerdeka.com. Diakses pada 29-9-2014
[5] Siregar, Insan Fahmi, Partai Masyumi dalam Dinamika Demokrasi di Indonesia (Semarang:Widyakarya, 2012), hal 25
[5] Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI (Jakarta:Balai Pustaka, 2010), hlm 317
[7] Feith, Herbert, Pemilihan Umum 1955 di Jakarta (Jakarta:Gramedia,1999) hlm: 84-86
[8] Feith, Herbert, Pemilihan Umum 1955 di Jakarta (Jakarta:Gramedia,1999) hlm: 86-87
[9] Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern (Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 1998), hlm377

Arli Fauzi

Mahasiswa yang aktif dengan kepanitian dan pandai dalam public speaking

Satu pemikiran pada “Pemilu Pertama di Indonesia”

Tinggalkan komentar

Artikel Terkait

Kerukunan Umat Beragama


Warning: Undefined variable $url in /www/wwwroot/cerdika.com/wp-content/themes/gpblogpro/single.php on line 74
Vira
31 Juli 2023

Prinsip Demokrasi Pancasila


Warning: Undefined variable $url in /www/wwwroot/cerdika.com/wp-content/themes/gpblogpro/single.php on line 74
Arli
31 Juli 2023